Mengenal Lebih Dekat Dengan Tokoh Lagu Indonesia

Mengenal Lebih Dekat Dengan Tokoh Lagu Indonesia


Newsonpeople - Ismail Marzuki. Ia lahir di Kwitang, Senen, Batavia, 11 Mei 1914, Ismail Marzuki yang lebih di kenal dengan panggilan Maing ini adalah satu diantara pakar musik legendaris di indonesia, memanglah mempunyai bakat seni yang susah di cari bandingannya. Sosoknya juga menarik. Ia populer jadi pemuda yang berkepribadian mulia serta termasuk anak pandai. Ismail mulai sejak muda suka tampak necis. Pakaiannya disetrika licin, sepatunya mengkilat serta ia suka memakai dasi. Darah seni Ismail mengalir dari ayahnya, Marzuki, yang waktu itu seseorang pegawai di perusahaan Ford Reparatieer TIO. Pak Marzuki di kenal suka memainkan kecapi serta ahli melagukan syair-syair yang bernapaskan Islam. Jadi tidak aneh bila lalu Ismail mulai sejak kecil telah tertarik dengan lagu-lagu.

Orangtua Ismail Marzuki termasuk juga kelompok orang-orang Betawa berpendidikan yang berfikiran maju. Ismail Marzuki yang di panggil dengan nama Ma'ing, mulai sejak bocah telah tunjukkan ketertarikan yang besar pada seni musik. Ayahnya berpendapatan cukup hingga mampu beli piringan hitam serta gramafon yang popular dimaksud " mesin ngomong " oleh orang-orang Betawi tempo dahulu.

Ma'ing disekolahkan ayahnya ke satu sekolah Kristen HIS Idenburg, Menteng. Nama panggilannya di sekolah yaitu Benyamin. Tapi lalu ayahnya terasa cemas bila nanti berbentuk kebelanda-belandaan, Ma'ing lantas dipindahkan ke Madrasah Unwanul-Falah di Kwitang. Beranjak dewasa, dia dibelikan ayahnya alat musik simpel. Bahkan juga setiap naik kelas Ma'ing di beri hadiah harmonika, mandolin, serta gitar. Sesudah lulus, Ma'ing masuk sekolah MULO serta membuat group musik sendiri. Di situ dia memainkan alat musik banyo serta suka memainkan lagu-lagu style Dixieland dan lagu-lagu Barat yang digemari pada saat itu.

Sesudah tamat MULO, Ma'ing bekerja di Socony Service Station jadi kasir dengan upah 30 gulden satu bulan, hingga dia mampu menabung untuk beli biola. Tetapi, pekerjaan jadi kasir dirasa kurang pas baginya, hingga ia geser pekerjaan dengan upah tidak tetaplah jadi verkoper (penjual) piringan hitam produksi Columbia serta Polydor yang berkantor di Jalan Noordwijk (saat ini Jalan Ir. H. Juanda) Jakarta. Pendapatannya bergantung pada jumlah piringan hitam yang dia jual. Rupanya, pekerjaan ini cuma untuk batu loncatan ke tahap karir selanjutnya dalam bagian musik.

Sepanjang bekerja jadi penjual piringan hitam, Ma'ing banyak berteman dengan artis pentas, film, musik serta penyanyi, salah satunya Zahirdin, Yahya, Kartolo, serta Roekiah (orang-tua Rachmat Kartolo). Pada 1936, Ma'ing masuk perkumpulan orkes musik Lief Jawa jadi pemain gitar, saksofon, serta harmonium pompa.

Th. 1934, Belanda membuat Nederlands Indische Radio Omroep Maatshappij (NIROM) serta orkes musik Lief Java memperoleh peluang untuk isi acara tayangan musik. Tapi Ma'ing mulai menghindari diri dari lagu-lagu Barat, lalu membuat lagu-lagu sendiri diantaranya " Ali Baba Rumba ", " Ohle le di Kotaraja ", serta " Ya Aini ". Lagu ciptaannya lalu direkam kedalam piringan hitam di Singapura. Orkes musiknya miliki satu lagu pembukaan yang mereka namakan Sweet Jaya Islander. Lagu itu tanpa ada pemberitahuan ataupun basa-basi jadikan lagu pembukaan tayangan radio NIROM, hingga group musik Ma'ing memajukan memprotes, tetapi memprotes mereka tidak digubris oleh direktur NIROM.

Pada periode 1936-1937, Ma'ing mulai pelajari beragam type lagu tradisionil serta lagu Barat. Ini ikut serta pada sebagian ciptaannya dalam periode itu, " My Hula-hula Girl ". Lalu lagu ciptaannya " Bunga Mawar dari Mayangan " serta " Duduk Termenung " jadikan topik lagu untuk film " Jelas Bln. ". Awal Perang Dunia II (1940) mulai memengaruhi kehidupan di Hindia-Belanda (Indonesia). Radio NIROM mulai membatasi acara tayangan musiknya, hingga sebagian orang Indonesia di Betawi mulai buat radio sendiri dengan nama Vereneging Oostersche Radio Omroep (VORO) berada di Karamat Raya. Antene pemancar mereka bikin sendiri dari batang bambu.

Setiap malam Minggu orkes Lief Java membuat tayangan spesial dengan penyanyi diantaranya Annie Landouw. Ma'ing jadi jadi pemain musik sekalian isi acara lawak dengan nama samaran " Paman Lengser " dibantu oleh " Botol Kosong " dengan kata lain Memet. Karna Ma'ing begitu suka memainkan beragam type alat musik, satu saat dia di beri hadiah satu saksofon oleh kawannya yang nyatanya menanggung derita penyakit paru-paru. Sesudah dokter menerangkan pada Ma'ing, lantas alat tiup itu dihilangkan. Tapi, sejak saat itu juga penyakit paru-paru mengganggu Ma'ing.

Saat Ma'ing membuat organisasi Perikatan Radio Ketimuran (PRK), pihak Belanda memohonnya untuk memimpin orkes studio ketimuran yang berada di Bandung (Tegal-Lega). Orkesnya membawakan lagu-lagu Barat. Pada periode inilah banyak pelajari bentuk-bentuk lagu Barat, yang digubahnya serta lalu diterjemahkannya kedalam bebrapa suara Indonesia. Satu lagu Rusia ciptaan R. Karsov ditranslate kedalam bhs Sunda jadi " Panon Hideung ". Satu lagu ciptaannya berbahasa Belanda tapi mempunyai intonasi Timur yaitu lagu " Als de orchideen bloeien ". Lagu ini lalu direkam oleh perusahaan piringan hitam His Master Voice (HMV). Nantinya lagu ini ditranslate sekali lagi kedalam bhs Indonesia dengan judul " Apabila Anggrek Mulai Berbunga ".

Th. 1940, Ma'ing menikah dengan penyanyi kroncong Bulis binti Empi. Pada Maret 1942, waktu Jepang menempati semua Indonesia, Radio NIROM dibubarkan ditukar dengan nama Hoso Kanri Kyoku. PRK juga dibubarkan Jepang, serta orkes Lief Java bertukar nama Kireina Jawa. Waktu itu Ma'ing mulai masuk periode membuat lagu-lagu perjuangan. Awal mula syair lagunya masih tetap berupa puitis yang lembut seperti " Bila Melati Mekar Setangkai ", " Kembang Rampai dari Bali " serta bentuk hiburan enteng, bahkan juga agak menghadap pada bentuk seriosa.

Pada periode 1943-1944, Ma'ing membuat lagu yang mulai menghadap pada lagu-lagu perjuangan, diantaranya " Rayuan Pulau Kelapa ", " Bisikan Tanah Air ", " Gagah Perwira ", serta " Indonesia Tanah Pusaka ". Kepala sisi propaganda Jepang, Sumitsu, mencurigai lagu-lagu itu lantas melaporkannya ke pihak Kenpetai (Polisi Militer Jepang), hingga Ma'ing pernah diancam oleh Kenpetai. Tetapi, putra Betawi ini tidak gentar. Jadi pada 1945 lahir lagu " Selamat Jalan Pahlawan Muda ".

Sesudah Perang Dunia II, ciptaan Ma'ing selalu mengalir, diantaranya " Jauh di Mata di Hati Janganlah " (1947) serta " Halo-halo Bandung " (1948). Saat itu Ma'ing serta istrinya geser ke Bandung karna tempat tinggal meraka di Jakarta terkena serempet peluru mortir. Saat ada di Bandung selatan, bapak Ma'ing di Jakarta wafat. Ma'ing terlambat terima berita. Saat dia tiba di Jakarta, ayahnya sudah sekian hari dimakamkan. Kembang-kembang yang menghiasi makam ayahnya serta sudah layu, mengilhaminya untuk membuat lagu " Gugur Bunga ".

Lagu-lagu ciptaan yang lain tentang masa perjuangan yang bergaya romantis tanpa ada kurangi nilai-nilai semangat perjuangan diantaranya " Ke Medan Jaya ", " Sepasang Mata Bola ", " Selendang Sutra ", " Melati di Tapal Batas Bekasi ", " Saputangan dari Bandung Selatan ", " Selamat Datang Pahlawan Muda ". Lagu hiburan popular yang (kental) bernafaskan cinta juga beberapa hingga di beri situasi cerita perjuangan kemerdekaan. Umpamanya syair lagu " Tinggi Gunung Seribu Janji ", serta " Juwita Malam ". Lagu-lagu yang spesial menceritakan kehidupan beberapa pejuang kemerekaan, syairnya di buat enteng berbentuk popular, tidak memakai bhs Indonesia tinggi yang susah diolah. Simak saja syair " Oh Kopral Jono " serta " Sersan Mayorku ". Lagu-lagu ciptaannya yang berupa romantis murni hiburan enteng, meskipun dikerjakan dengan popular tapi bentuk syairnya berbobot seriosa. Umpamanya lagu " Aryati ", " Oh Angin Berikan. Th. 1950 dia masih tetap mencipta lagu " Irian Samba " serta th. 1957 lagu " Inikah Bahagia " -- satu lagu yang banyak memancing tandatanya dari beberapa pengamat musik.

Hingga pada lagu ciptaan yang ke 100-an, Ma'ing masih tetap terasa belum juga senang serta belum juga bahagia. Jadi, lagu ciptaannya yang ke-103 tidak pernah di beri judul serta syair, sampai Ma'ing dengan kata lain Ismail Marzuki komponis besar Indonesia itu tutup mata selama-lamanya pada 25 Mei 1958.

Karya Lagu :


  • Aryati
  • Gugur Bunga
  • Melati di Tapal Batas (1947)
  • Wanita
  • Rayuan Pulau Kelapa
  • Sepasang Mata Bola (1946)
  • Bandung Selatan di Waktu Malam (1948)
  • O Sarinah (1931)
  • Keroncong Serenata
  • Kasim Baba
  • Bandaneira
  • Lenggang Bandung
  • Sampul Surat
  • Karangan Bunga dari Selatan
  • Selamat Datang Pahlawan Muda (1949)
  • Juwita Malam
  • Sabda Alam
  • Roselani
  • Rindu Lukisan
  • Indonesia Pusaka

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Tentang Perjudian di Indonesia

Mengenal Arthur Neville Chamberlain

Biografi Luis Figo, Mantan Pemain Bola Terbaik Dunia